Jakarta-SuaraSikka.com: Banyak gelar yang dialamatkan kepada Marcel Petu, Bupati Ende dua periode yang meninggal Minggu (26/5) akibat serangan jantung. Salah satunya adalah Bupati Pancasila sebagaimana disemat Andreas Hugo Pareira (AHP), Ketua DPP PDIP yang juga adalah anggota Komisi I DPR RI.
AHP mengisahkan pertemuan berkesan dengan Marcel Petu pada pertengahan Pebruari 2018, di ruangan kerjanya di Kantor DPP PDIP Jalan Diponegoro 58. Pertemuan itu berawal dari kontak via telepon Marcel Petu kepadanya.
“Beliau menyampaikan akan ke Jakarta dan ingin bertemu untuk mengobrol beberapa hal. Saya jawab silakan Ka’e, kalau tiba Jakarta, kontak saya, kita bertemu,” kenang AHP melalui keterangan pers kepada media ini, Minggu (26/5).
Dua tokoh ini akhirnya bertemu. Marsel Petu menyampaikan obsesinya untuk menjadikan Ende sebagai salah satu national heritage dan destinasi wisata ideologi Pancasila. Obsesi ini sangat mendasar, mengingat Bung Karno pernah dibuang ke Ende oleh pemerintah kolonial Belanda. Di tempat pembuangan itu, Bung Karno bertemu, bergaul, berdialog dengan masyarakat, berdiskusi dan berolah pikir dengan para misionaris Katolik yang bekerja di Ende.
“Itu pikiran besarnya. Ende merupakan salah satu “stepping stone” lahirnya Pancasila. Di Ende, Bung Karno mulai menggali dan menemukan ide kebhinekaan untuk filosofii hidup berbangsa dan bernegara, sebagai cikal bakal lahirnya Pancasila,” tutur AHP.
Dia mengingat bagaimana Marcel Petu menjelaskan banyak hal menyangkut paket rencana untuk menjadikan Ende sebagai Kota Pancasila. Termasuk rencana almarhum membangun patung lambang negara Burung Garuda di atas puncak Gunung Meja. Selain itu Marsel Petu bertekad melakukan upacara dan parade Pancasila secara besar-besaran pada setiap tanggal 1 Juni, dan menjadikan itu sebagai agenda nasional yang dilaksanakan di Ende,” tambah dia.
AHP mengaku menyimak pembicaraan Bupati Ende dengan kagum. Bagi dia, obsesi Marcel Petu itu menggambarkan pengetahuan dan pemahaman serta upaya pengamalan terhadap Pancasila, yang mungkin saat ini tidak lagi dimiliki banyak orang termasuk pemimpin maupun pejabat-pejabat lainnya.
Berita Terkait: