Mengenang Gempa Bumi dan Tsunami 27 Tahun Lalu
Dibaca 0 kali
Sebuah motor boat terlempar sampai ke darat akibat gelombang tsunami yang melanda Kota Maumere, Sabtu, 12 Desember 1992 (foto istimewa)
Maumere-SuaraSikka.com: Sebuah peristiwa besar pernah terjadi di Kabupaten Sikka, 27 tahun yang lalu, tepatnya 12 Desember 1992. Gempa bumi dan tsunami meluluhlantahkan kehidupan masyarakat. Ribuan bangunan jadi korban, ribuan nyawa melayang.
Wikipedia mencatat gempa bumi berkekuatan 7,8 SR terjadi di lepas lantai Pantai Flores pada pukul 13.29 Wita. Gempa bumi ini menyebabkan tsunami setinggi 36 meter yang menghancurkan rumah di pesisir pantai Flores. Setidaknya telah membunuh 2.100 jiwa, 500 orang hilang, 447 orang luka-luka, dan 5.000 orang mengungsi.
Gempa bumi ini sedikitnya menghancurkan 18.000 rumah, 113 sekolah, 90 tempat ibadah, dan lebih dari 65 tempat lainnya. Kabupaten yang terkena gempa ini ialah Kabupaten Sikka, Ngada, Ende, dan Flores Timur. Kota yang paling parah ialah Maumere, ibukota Kabupaten Sikka. Tercatat iebih dari 1.000 bangunan hancur dan rusak berat.
Gempa berkekuatan 7,8 SR itu dengan pusat gempa di kedalaman 35 kilometer barat laut Kota Maumere. Tsunami hebat terjadi karena gempa tersebut memicu longsor di bawah laut. Peristiwa gempa disertai tsunami di Flores tidak terdekomentasi dengan baik di dalam negeri. Ini karena saat itu sangat minim perhatian dari ilmuwan Indonesia.
Beberapa tutur kisah mengabarkan cuaca di Kota Maumere dan Kabupaten Sikka pada umumnya terasa sangat panas dan menyengat tidak seperti hari-hari biasanya. Dan tiba-tiba, tanpa peringatan terlebih dahulu, guncangan hebat melanda bumi. Gemuruh seperti bunyi gedung-gedung yang sedang diruntuhkan terdengar menakutkan telinga. Semua orang berlari tidak tentu arah, berhamburan dengan rasa takut yang luar biasa.
Lalu tiba-tiba dari arah pantai berhamburan warga masyarakat yang tinggal di kawasan itu karena tsunami. Gelombang air laut terus mendekati jalan raya. Beberapa tubuh terlihat jatuh terkulai bersama reruntuhan gedung yang menimpa mereka.
Sebuah kapal besi di kawasan Pelabuhan Sadang Bui, dilempar buang tsunami, langsung mengangkangi jalan raya pelabuhan. Beberapa kapal kecil terlihat pasrah menerima keadaan antara laut dan darat dan membingkai peristiwa itu menjadi sebuah kenangan pahit yang sulit untuk dilupakan. Banyak warga yang berada di pelabuhan hilang ditelan laut.
Tsunami terus bergerak, menghancurkan semua yang berada di depannya. Pulau Babi, sebuah pulau kecil yang berada didepan Maumere hancur lebur diterjang gelombang. Banyak media memberitakan ratusan penghuni pulau itu tewas disapu tsunami. Pulau kecil nan elok menghiasi lembaran peristiwa pahit dan tragis, menjadi saksi bisu betapa angkuhnya alam jika kita mulai mencampakan kebesaranNya.
PT Bali Raya, sebuah perusahaan pendinginan ikan satu-satunya di kawasan pulau Flores sat itu hancur di terjang gelombang tsunami. Gelombang air laut tersebut naik dan dengan sombongnya merembes melewati gedung Bali Raya menuju rumah warga sekitarnya dan jalan raya di kawasan pertokoan.
Tak sampai di situ, kampung nelayan tradisional Wuring dan wilayah sekitarnya yang berada tak jauh dari kota Maumere tak luput dari amukan tsunami. Sebagian warga Wuring yang mendirikan rumah mereka di atas laut cuma bisa pasrahkan diri ketika amukan gelombang maut datang menyapa mereka. Semuanya hancur.
Peristiwa 27 tahun lalu itu, sepertinya sulit dilupakan. Berbagai kisah dan kepingan cerita terus membumi pada mereka yang mengalami dan menyaksikan dahsyatnya bencana itu.
Di Kota Maumere, di zaman Bupati Sikka Yoseph Ansar Rera, dibangun sebuah Monumen Tsunami untuk mengenang peristiwa luka itu. Meski demikian bangunan ini dipandang sarat kontroversial karena makna dan peruntukannya terasa kabur dan tidak jelas.*** (eny/dari berbagai sumber)