Capek “Berkelahi” dengan DPRD, Bupati Sikka: Kita Akhiri Sudah
Dibaca 0 kali
Bupati Sikka Fransiskus Roberto Diogo menyerahkan dokumen Ranperda kepada Ketua DPRD Sikka Gorgonius Nago Bapa saat rapat paripurna dengan agenda pembahasan Ranperda APBD Perubahan TA 2019, Selasa (13/8)
Maumere-SuaraSikka.com: Selama hampir 11 bulan, Bupati Sikka Fransiskus Roberto Diogo atau Robby Idong terlibat konflik dengan DPRD Sikka. Rupanya Bupati Sikka merasa capek juga “berkelahi” yang tidak ada henti. Dia pun mengajak para wakil rakyat untuk mengakhiri pertikaian itu.
“Capek juga, mari kita akhiri sudah. Waktu saya sangat terbatas untuk menyelesaikan kepercayaan masyarakat,” ungkap Bupati Sikka di depan rapat paripurna DPRD Sikka, Rabu (14/8), saat menyampaikan keterangan pemerintah terhadap pemandangan umum fraksi terkait Ranperda APBD Perubahan TA 2019.
Pernyataan Bupati Sikka ini ditanggapi positip Ketua Fraksi Partai Demokrat Agustinus Romualdus Heni. Dia mengatakan sesungguhnya DPRD Sikka juga merasa capek dengan konflik yang terjadi selama ini. Karena itu dia memberikan apresiasi atas sikap Bupati Sikka yang secara jujur dan tuus berniat mengakhiri pertikaian antara dua lembaga pemerintahan tersebut.
Agustinus Romualdus Heni yang biasa disapa Heni Doing mengatakan pada prinsipnya Bupati Sikka harus menempatkan DPRD Sikka sebagai mitra. Persoalan yang terjadi selama ini, akibat dari Bupati Sikka yang tidak menghargai peran lembaga legislatif.
Heni Doing yang sebentar lagi mengakhiri jabatan sebagai wakil rakyat, berharap ke depan Bupati Sikka terus membina hubungan kemitraan dengan DPRD Sikka.
Konflik antara Bupati Sikka dan DPRD Sikka bermula dari dana tunjangan perumahan dan transportasi anggota DPRD Sikka. Bupati Sikka secara terang-terangan menyebutkan dugaan mark-up dan kongkalingkong antara pemerintah di zaman Bupati Sikka Yoseph Amsar Rera dengan DPRD Sikka dalam mengubah Perbup Nomor 35 Tahun 2017 tentang Harga Satuan Barang dan Biaya TA 2018 menjadi Perbup Nomor 45 Tahun 2018.
Tudingan ini membuat marah DPRD Sikka. Buntutnya mereka menggunakan hak-hak anggaran untuk menghambat berbagai kebijakan dan progam Bupati Sikka, terutama janji-janji politik kepada masyarakat selama masa kampanye.
DPRD Sikka kemudian mengelola argumentasi politik yang cerdas dan cerdik untuk menggoyang Dana Adat Pendidikan, melemahkan kebijakan beasiswa dan bantuan pendidikan, menghentikan tunjangan tambahan penghasilan bagi aparatur birokrat, termasuk mempertimbangkan penyertaan modal bagi PDAM Sikka.
Rupanya konflik ini membuat Bupati Sikka “sempoyongan”. Apalagi hasil audit BPK RI atas Laporan Keuangan Pemkab Sikka Tahun 2018, tidak menemukan adanya penyalahgunaan adminstrasi maupun keuangan terhadap tunjangan perumahan dan transportasi sebagaimana yang ditudingkan Bupati Sikka.*** (eny)