Ada tiga pilar ketika membahas pertanggungjawaban pidana.
Pertama, perbuatan pidana (azas legalitas), artinya setiap orang yang diperiksa, ditahan serta divonis bersalah, harus ada peraturan terlebih dahulu yang mengatur hal tersebut.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Kedua, pertanggungjawaban pidana (azas kesalahan), artinya orang dikatakan bersalah dan bertanggungjawab harus dapat dimintakan pertanggungjawaban dari pelakunya serta unsur-unsur pasal tindak pidana korupsi secara formal terpenuhi.
Ketiga, pidana dan pemidanaan, artinya melalui proses sistem peradilan pidana mulai polisi, jaksa/KPK serta pengadilan tipikor.
Pertanyaan, mengapa begitu getolnya pemerintah dalam memerangi korupsi? Tetapi justeru kejahatan luar biasa (white collar crime) ini pelan tetapi pasti terus merambah mulai dari pusat sampai ke kelurahan dan/atau desa.
Jawaban sederhana, karena adanya penyalahgunaan wewenang oleh pejabat, kesempatan dan lagi-lagi karena nikmatnya uang.
Sehingga ada pepatah Inggris mengemukakan money is the root of all evil, artinya uang adalah akar dari segala kejahatan. Pepatah ini cocok dengan anatomi kejahatan korupsi, karena bersinggungan dengan masalah-masalah
ekonomi.
Oleh karena itu, tepat apabila ada orang yang memasukan
perbuatan korupsi termasuk ke dalam kejahatan di bidang ekonomi, di samping korupsi bisa juga terjadi dalam lapangan jabatan, kekuasaan, politik, korupsi moral dan korupsi demokrasi.
Tepat bila Lord Acton
mengemukakan bahwa, power tend to corrupt, but absolute power corrupt absolutely.
Mengingat aspek yang sangat luas dari perbuatan korupsi ini, sering dinyatakan bahwa korupsi terkait juga dengan economic crime, organized crime, illicitit drug trafficking, money laundering, white
collar crime, political crime, top hat crime.
Korupsi biasanya selalu berkaitan dengan masalah jabatan dan
kekuasaan, tetapi dampaknya menyangkut kepentingan publik.
Oleh karena itu, dalam pengertian kontemporer korupsi dirumuskan sebagai abuse of public trested for privat gain.
Selain itu, sebagaimana jenis kejahatan lain, faktor kesempatan juga menjadi sebab timbulnya korupsi.
Kamis 9 Desember, kita selalu memperingati Hari Anti Korupsi Sedunia, adalah momen yang sangat baik untuk kita terus melakukan evaluasi atas kejahatan krah putih ini agar intensitas korupsi oleh pejabat dan orang pribadi serta badan hukum privat/publik terus berkurang.
Ada yang meragukan bahkan terus berkeyakinan tindakan pidana korupsi akan meningkat, tetapi ada pula yang optimis dengan pembenahan di dalam institusi penegak hukum mulai kepolisian, kejaksaan, KPK serta pengadilan tipikor.
Pertama, apakah oknum kepolisian atau kejaksaan tidak tebang pilih dalam penetapan tersangka tindak pidana korupsi?
Kedua, apakah oknum kepolisian serta kejaksaan tidak terkontaminasi dengan permainan uang dalam penetapan tersangka?
Ketiga, mengapa KPK terkesan sulit melakukan operasi tangkap tangan terhadap oknum kepolisian dan oknum kejaksaan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi?
Keempat, apakah oknum hakim tipikor benar-benar jujur dan bersih dalam menyidangkan dan vonis terhadap terdakwa tidak pidana korupsi?
Jika oknum aparat penegak hukum tersebut dapat menjawab semua problematika tersebut dengan baik, jujur, benar, maka kami sangat-sangat yakin kualitas tuntutan serta vonis terhadap terdakwa tindak pidana korupsi akan maksimal dan memberikan efek jera kepada terpidana dan pihak-pihak yang berniat melakukan tindak pidana korupsi. Semoga!***
Ditulis oleh Marianus Gaharpung, pengamat hukum dan dosen pada Ubaya, dalam rangka peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia